Minggu, 13 Maret 2011

JIKA KIAI JADI POLITISI

“…. Indonesia air mata kita
Bahagia menjadi nestapa
Indonesia kini tiba-tiba
Selalu dihina-hina bangsa
Disana banyak orang lupa
Dibuai kepengtingan dunia
Tempat bertarung berebut kuasa
Nyawa jadi taruhan
Darah berceceran dimana-mana
Sampai entah kapan akhirnya …”
(KH.A Mustofa Bisri,dalam Negeri Daging,2002)

         Politik? kata itu tentunya sering kita dengar bukan? Apalagi yang namanya Negara pastilah mengandung kata yang namanya politik.Tahu gak sich sebenarnya arti kata tersebut? Budaya hidup politik sudah menyebar dan ada diberbagai lapisan.Andai kata tak ada,maka hancurlah yang namanya pemerintahan.Bagaimana mungkin ada negara tapi tak mengenal politik.
Sekarang memang politik ada diberbagai bidang,seperti pendidikan sampai kehidupan sehari-hari masyarakat.Kita tahu sendiri disekolahpun diberikan pelajaran yang secara tidak langsung mengandung politik.Seperti peran penting ketua kelas dalam kepengurusan kelas.Kemudian pengurus MPK dan OSIS disekolah,yang secara otomatis semuanya harus berjiwapolitik dan bertanggung jawab kan???
Tapi bagaimana jika kata politik ada pada  figure seorang kiai??? Yang tentunya menjadi seorang politisi tidak mudah seperti membalikan telapak tanggan kita.Apalagi menjadi seorang presiden.Bukankah orang yang disebut kiai itu berwilayah dipesantren …???Bersifat zuhud dan menjauhi kekuasaan???Sedangkan yang namanya pemimpin,sehari-harinya adalah orang yang bergelut dengan persoalan politik,ekonomi,hokum.administrasi Negara dan hubungan luar negeri ?Kemudian bagaimana nasib santri dan pesantrenya? Apakah akan terlantar? karena selalu ditinggal untuk kepentingan politik.Atau sebaliknya akan terus berjalan dan semakin maju?Lalu bagaimana kondisi politik yang ia jalani, apakah selalu sukses seperti pesantren yang ia asuh?Ya,inilah pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul dikalangan masyarakat pesantren jika seorang Kyai terjun kedunia politik.Eksistensi Kyai sendiri sudah menjadi pemimpin nonformal bagi santrinya maupun masyarakat sekitar pesantren.Dalam konteks pemerintahan sebenarnya berfungsi dan berperan seorang Kyai melengkapi kelebihan dan menutupi kekurangan pemerintah.Karena tak jarang para pejabat meminta pendapat dan nasihat pada Kyai,bila menyangkut Operasional Administrasi,Hukum dan Agama.Pemerintah juga meminta bantuan dan perhatian`dari para penjabat.
Padahal tak ada tradisi kiai maupun pesantren bersikap oposan terhadap pemerintah.Tapi hanyalah bersikap kritis dan mengingatkan seperti perannya sebagai ulama’ terhadap umatnya.Kalau dilihat kiai adalah orang biasa,tetapi diakui memiliki kelebihan dalam spiritual keagamaan serta kearifan.Beliau juga memiliki beban membimbing,mengarahkan umatnya kejalan yang diridhoi oleh Allah swt dan menyebarkan agama islam agar orang-orang yang masih kurang paham akan islam sesungguhnya.Kiai juga merupakan tempat untuk bertanya dan  konsultasi tentang kehidupan oleh semua umatnya.Tapi pada kenyataannya,banyak kiai dan santri yang walaupun berpakaian putih,lusuh,berjibab,berjubah,bersarung dan berpeci,tetapi rak-rak bukunya tak hanya dipadati oleh kitab kuning,Al Qur’an dan kitab-kitab lainnya melainkan buku-buku politik,ekonomi,sosiologi,sejarah,sastra dan sebagainya.Tak hanya itu ,meja mereka tidak pula hanya bertumpukan majalah,orang ataupun kitab melainkan computer yang siap menulis kritisisme pemikiran mereka.Tak hanya lewat ceramahnya ,melainkan juga mengerakan massa untuk memperjuangkan keadilan.Yah inilah yang ada pada saat modernisasi saat ini.Kita tahu seorang kiai memiliki umat yang dapat mendukungnya dalam berpolitisi.Dan tentunya umatnya akan lebih percaya kepada kiainya yang dia anggap bisa menyampaikan aspirasi mereka dari pada orang-orang yang lihai dalam berpolitik.Sayangnya,tidak semua kiai memiliki kecakapan dalam berpolitik.Juga tidak setiap memiliki sifat dan sikap amanah terhadap tugas yang ia emban.Masalah inilah yang menjadikan adanya sikap ketidakpuasan terhadap peran seorang kiai dalam berpolitisi.Yang dengan begitu pula,ketika kiai sibuk mengurusi tanggung jawab politiknya,bias-bisa santri,umat dan pesantrennya terbengkalai.Memang dalam sejarah peradapan islam,tidak sedikit ulama’ yang sholeh ,amanah,adil,tabligh dan zuhud dalam memimpin suatu pemerintahan,meliputi Muhammad SAW,Abu Bakar,Umar Bin Khattab,Utsman Bin Affan,Ali Bin Abi Tholib,Muawiyah,dan sebagainya.Mereka contoh seorang ulama’ berpolitik namun masih sadar dengan santri dan umatnya dan tetap hidup dalam kesederhanaan.Tapi kita lihan sekarang,kita ingin seseorang khalifah yang menjadi tauladan yang memiliki kesederhanaan bukannya orang yang suka bermewah-mewahan seperti pemimpin pada saat ini.Kiprah seorang kiai bias-bisa dapat lintur begitu saja kalau ia terjun kedunia politik dan lupa akan kewajibannya sebagai  ulama’ yang menuntun umatnya,yang tentunya menjadikan umatnya terbengkalai.Untuk itu saya disini memohon agar para kiai yang terjun ke dunia politik tak lupa akan santri,pesantren dan umatnya.Tetap hidup dalam kesederhanaan dan berperilaku adil,tidak hanya mengejar harta dan kepopulalitas sementara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar